please, after reading an article or would leave this page, leave a comment .>.>. . . (^_^)
Kualitas
lingkungan perairan adalah suatu kelayakan lingkungan perairan untuk menunjang
kehidupan dan pertumbuhan organisme air yang nilainya dinyatakan dalam suatu
kisaran tertentu. Sementara itu, perairan ideal adalah perairan yang dapat
mendukung kehidupan organisme dalam menyelesaikan daur hidupnya.
Kualitas
air adalah suatu keadaan dan sifat-sifat fisik, kimia dan biologi suatu
perairan yang dibandingkan dengan persyaratan untuk keperluan tertentu, seperti
kualitas air untuk air minum, pertanian dan perikanan, rumah sakit, industri
dan lain sebagainya. Sehingga menjadikan persyaratan kualitas air berbeda-beda
sesuai dengan peruntukannya.
Beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan dalam
pengelolaan kualitas air :
1.
Tingkat pemanfaatan dari penggunaan air
2.
Faktor kualitas alami sebelum dimanfaatkan
3.
Faktor yang menyebabkan kualitas air bervariasi
4.
Perubahan kualitas air secara alami
5.
Faktor faktor khusus yang mempengaruhi kualitas air
6.
Persyaratan kualitas air dalam penggunaan air
7.
Pengaruh perubahan dan keefektifan kriteria kualitas air
8.
Perkembangan teknologi untuk memperbaiki kualitas air
9.
Kualitas air yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Parameter
fisik dalam kualitas air merupakan parameter yang bersifat fisik, dalam arti
dapat dideteksi oleh panca indera manusia yaitu melalui visual, penciuman, peraba dan perasa. Perubahan warna dan
peningkatan kekeruhan air dapat diketahui secara visual, sedangkan penciuman dapat mendeteksi adanyaperubahan bau
pada air serta peraba pada kulit dapat membedakan suhu air, selanjutnya rasa
tawar, asin dan lain sebagainya dapat dideteksi oleh lidah (indera perasa).
Hasil indikasi dari panca indera ini hanya dapat dijadikan indikasi awal karena
bersifat subyektif, bila diperlukan untuk menentukan kondisi tertentu, misal
kualitas air tersebut telah menurun atau tidak harus dilakukan analisis
pemeriksaan air di laboratorium dengan metode analisis yang telah ditentukan.
Sedangkan
parameter kimia yang didefinisikan sebagai sekumpulan bahan/zat kimia yang
keberadaannya dalam air mempengaruhi kualitas air. Selanjutnya secara
keseluruhan parameter biologi mampu memberikan indikasi apakah kualitas air
pada suatu perairan masih baik atau sudah kurang baik, hal ini dinyatakan dalam
jumlah dan jenis biota perairan yang masih dapat hidup dalam perairan.
Beberapa
parameter yang diukur untuk mengetahui kulitas perairan yang tidak berbahaya
bagi biota yang hidup didalamnya antara lain:
- DO (Oksigen Terlarut)
Oksigen terlarut merupakan faktor pembatas bagi kehidupan
organisme. Perubahan konsentrasi oksigen terlarut dapat menimbulkan efek
langsung yang berakibat pada kematian organisme perairan. Sedangkan pengaruh
yang tidak langsung adalah meningkatkan toksisitas bahan pencemar yang pada
akhirnya dapat membahayakan organisme itu sendiri. Hal ini disebabkan oksigen
terlarut digunakan untuk proses metabolisme dalam tubuh dan berkembang biak.
Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk
kehidupan makhluk hidup didalam air maupun hewan teristrial. Penyebab utama
berkurangnya oksigen terlarut di dalam air adalah adanya bahan-bahan buangan
organik yang banyak mengkonsumsi oksigen sewaktu penguraian berlangsung.
Konsentrasi oksigen terlarut yang aman bagi kehidupan diperairan sebaiknya
harus diatas titik kritis dan tidak terdapat bahan lain yang bersifat racun,
konsentrasi oksigen minimum sebesar 2 mg/L cukup memadai untuk menunjang secara
normal komunitas akuatik di periaran (Pescod, 1973).
DO-meter adalah alat yang dipakai untuk mengukur
kadar kandungan gas Oksigen (O2) dalam air atau air limbah dalam satuan mg/L
atau (ppm). Konsentrasi yang dapat diukur adalah 0,0 sampai 19,9 mg/L dengan
tingkat kesalahan 0,1 mg/L atau sekitar ± 1,5 % dari angka yang dibaca.
- Salinitas
Salinitas merupakan parameter penunjuk jumlah bahan
terlarut dalam air. Zat-zat yang terlarut dalam air laut yang membentuk garam
adalah :
1. Unsur utama : Khlorida (Cl),
Natrium/ Sodium (Na), Oksida Sulfat (SO4) dan
Magnesium (Mg).
2. Gas terlarut : gas
Karbondioksida (CO2), gas Nitrogen (N2), gas Oksigen (O2).
3. Unsur hara : Silika (Si),
Nitrogen (N), Phosphor (P).
4. Unsur runut : Besi (Fe),
Mangan (Mn), Timbal (Pb) dan Merkuri (Hg).
Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, dan aliran air
sungai. Di perairan lepas pantai yang dalam, angin dapat pula melakukan
pengadukan lapisan atas hingga membentuk lapisan homogen sampai kira-kira
setebal 50-70 meter atau lebih tergantung dari intensitas pengadukan. Lapisan
dengan salinitas homogen, maka suhu juga biasanya homogen, selanjutnya pada
lapisan bawah terdapat lapisan pekat dengan degradasi densitas yang besar yang
menghambat pencampuran antara lapisan atas dengan lapisan bawah.
Salinitas permukaan air laut sangat erat kaitannya dengan
proses penguapan dimana garam-garam akan mengendap atau terkonsentrasi.
Daerah-daerah yang mengalami penguapan yang cukup tinggi akan mengakibatkan
salinitas tinggi. Berbeda dengan keadaan suhu yang relatif kecil variasinya,
salinitas air laut dapat berbeda secara geografis akibat pengaruh hujan lokal,
banyaknya air sungai yang masuk ke laut, penguapan dan edaran massa air.
Salinitas disebabkan oleh tujuh ion utama yaitu natrium
(Na), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), klorit (Cl), sulfat (SO4) dan
bikarbonat (HCO3), sementara itu salinitas dinyatakan dalam satuan gr/l atau
permil (0/00) (Effendi, 2003). Biota estuaria biasanya mempunyai toleransi
terhadap variasi salinitas yang besar (eury-haline). Contohnya Chanos
chanos (bandeng), Mugil (belanak) dan Tilapia (mujair). Salinitas yang
tidak sesuai dapat menghambat perkembangbiakan dan pertumbuhan. Kerang hijau,
kerang darah dan tiram adalah jenis-jenis kerang yang hidup di daerah estuaria.
Variasi salinitas alami estuaria di Indonesia berkisar antara 15–32 psu. Hasil
penelitian yang dilakukan pada kerang hijau memberikan petunjuk bahwa salinitas
yang lebih rendah dari 15 psu dapat menyebabkan kematian kerang tersebut.
Keberhasilan benih kerang darah untuk menempel pada kolektor tergantung pada
salinitas. Pada salinitas 18 psu, keberhasilan menempel lebih tinggi. Tiram
dapat hidup dalam perairan dengan salinitas yang lebih rendah daripada
salinitas untuk kerang hijau dan kerang darah. Kerapu dan beronang dapat hidup
di daerah estuaria maupun daerah terumbu karang. Ikan kakap hidup di perairan
pantai dan muara sungai. Rumput laut hidup di daerah terumbu karang. Pada
umumnya salinitas alami perairan terumbu karang di Indonesia 31 psu
(Romimohtarto, 1985).
Salinity-meter adalah alat yang digunakan untuk
mengukur tingkat kegaraman dari air atau limbah cair, dengan mengukur kandungan
ion Na+ yang berada dalam larutan air/limbah tersebut. Untuk melihat kandungan
NaCL dalam air tersebut, maka angka terbaca dalam layar alat harus di plot dan
dibaca dari tabel/grafik yang ada.
- Suhu Perairan
Suhu air normal adalah suhu air yang memungkinkan makhluk
hidup dapat melakukan metabolisme dan berkembangbiak. Suhu merupakan faktor
fisik yang sangat penting di air, karena bersama-sama dengan zat/unsur yang
terkandung didalamnya akan menentukan massa jenis air, dan bersama-sama dengan
tekanan dapat digunakan untuk menentukan densitas air. Selanjutnya, densitas
air dapat digunakan untuk menentukan kejenuhan air. Suhu air sangat bergantung
pada tempat dimana air tersebut berada. Kenaikan suhu air di badan air
penerima, saluran air, sungai, danau dan lain sebagainya akan menimbulkan
akibat sebagai berikut:
a) Jumlah
oksigen terlarut di dalam air menurun;
b) Kecepatan reaksi kimia meningkat;
c) Kehidupan
ikan dan hewan air lainnya terganggu. Jika batas suhu yang mematikan terlampaui,
maka akan menyebabkan ikan dan hewan air lainnya mati.
Suhu dapat mempengaruhi fotosintesa di laut baik secara
langsung maupun tidak langsung. Pengaruh secara langsung yakni suhu berperan
untuk mengontrol reaksi kimia enzimatik dalam proses fotosintesa. Tinggi suhu
dapat menaikkan laju maksimum fotosintesa, sedangkan pengaruh secara tidak
langsung yakni dalam merubah struktur hidrologi kolom perairan yang dapat
mempengaruhi distribusi fitoplankton (Tomascik et al., 1997).
Pengaruh suhu secara tidak langsung dapat menentukan
stratifikasi massa air, stratifikasi suhu di suatu perairan ditentukan oleh
keadaan cuaca dan sifat setiap perairan seperti pergantian pemanasan dan
pengadukan, pemasukan atau pengeluaran air, bentuk dan ukuran suatu perairan.
Suhu air yang layak untuk budidaya ikan laut adalah 27 – 32 0C (Mayunar et
al., 1995; Sumaryanto et al., 2001). Kenaikan suhu perairan juga
menurunkan kelarutan oksigen dalam air, memberikan pengaruh langsung terhadap
aktivitas ikan disamping akan menaikkan daya racun suatu polutan terhadap
organisme perairan (Brown dan Gratzek, 1980). Selanjutnya Kinne (1972)
menyatakan bahwa suhu air berkisar antara 35 – 40 0C merupakan suhu kritis bagi
kehidupan organisme yang dapat menyebabkan kematian.
Di Indonesia, suhu udara rata-rata pada siang hari di
berbagai tempat berkisar antara 28,2 0C sampai 34,6 0C dan pada malam hari suhu
berkisar antara 12,8 0C sampai 30 0C. Keadaan suhu tersebut tergantung pada
ketinggian tempat dari atas permukaan laut. Suhu air umumnya beberapa derajat
lebih rendah dibanding suhu udara disekitarnya.
- Ph
pH merupakan suatu pernyataan dari konsentrasi ion
hidrogen (H+) di dalam air, besarannya dinyatakan dalam minus logaritma dari konsentrasi
ion H. Besaran pH berkisar antara 0 – 14, nilai pH kurang dari 7 menunjukkan
lingkungan yang masam sedangkan nilai diatas menunjukkan lingkungan yang basa,
untuk pH = 7 disebut sebagai netral (Hardjojo dan Djokosetiyanto, 2005).
Perairan dengan pH < 4 merupakan perairan yang sangat
asam dan dapat menyebabkan kematian makhluk hidup, sedangkan pH > 9,5
merupakan perairan yang sangat basa yang dapat menyebabkan kematian dan
mengurangi produktivitas perairan. Perairan laut maupun pesisir memiliki pH relatif
lebih stabil dan berada dalam kisaran yang sempit, biasanya berkisar antara 7,7
– 8,4. pH dipengaruhi oleh kapasitas penyangga (buffer) yaitu adanya
garam-garam karbonat dan bikarbonat yang dikandungnya (Boyd, 1982; Nybakken,
1992).
Pescod (1973) menyatakan bahwa toleransi untuk kehidupan
akuatik terhadap pH bergantung kepada banyak faktor meliputi suhu, konsentrasi
oksigen terlarut, adanya variasi bermcam-macam anion dan kation, jenis dan daur
hidup biota. Perairan basa (7 – 9) merupakan perairan yang produktif dan
berperan mendorong proses perubahan bahan organik dalam air menjadi
mineral-mineral yang dapat diassimilasi oleh fotoplankton (Suseno, 1974).
- Kecepatan Arus
Penyebaran kualitas air di badan air penerima, baik
sungai, waduk dan laut, sangat dipengaruhi oleh kecepatan arus dan debit air.
Semakin cepat arus dan semakin besar debit air maka penyebaran kualitas air
semakin cepat dan semakin luas. Arus laut jauh lebih rumit karena adanya gaya
Coriolis, yakni gaya yang diakibatkan oleh perputaran bumi dan adanya pasang
surut yang dipengaruhi oleh gaya tarik bulan (Hardjojo dan Djokosetiyanto,
2005).
Romimohtarto (1985) menyatakan bahwa arus mempunyai
pengaruh positif maupun negatif terhadap kehidupan biota perairan. Arus dapat
mengakibatkan rusaknya jaringan-jaringan jasad hidup yang tumbuh di daerah itu
dan partikelpartikel dalam suspensi dapat menghasilkan pengikisan. Di perairan
dengan dasar berlumpur, arus dapat mengaduk endapan lumpur sehingga
mengakibatkan kekeruhan air dan mematikan organisme air. Kekeruhan bisa
mengurangi penetrasi sinar matahari, dan karenanya mengurangi aktivitas
fotosintesa. Manfaat dari arus bagi banyak biota adalah menyangkut penambahan
makanan bagi biotabiota tersebut dan pembuangan kotoran-kotorannya. Untuk algae
kekurangan zatzat kimia dan CO2 dapat dipenuhi. Sedangkan bagi binatang CO2
dan produkproduk sisa dapat disingkirkan dan O2 tetap tersedia. Arus juga
memainkan peranan penting bagi penyebaran plankton, baik holoplankton maupun
meroplankton. Terutama bagi golongan meroplankton yang terdiri dari telur-telur
dan burayak-burayak avertebrata dasar dan ikan-ikan. Mereka mempunyai
kesempatan menghindari persaingan makanan dengan induk-induknya terutama yang
hidup menempel seperti teritip (Belanus spp) dan kerang hijau (Mytilus
viridis).
- Nitrogen
Nitrogen merupakan salah satu unsur penting bagi
pertumbuhan organisme dan proses pembentukan protoplasma, serta merupakan salah
satu unsur utama pembentukan protein. Diperairan nitrogen biasanya ditemukan
dalam bentuk amonia, amonium, nitrit dan nitrat serta beberapa senyawa nitrogen
organic lainnya. Pada umumnya nitrogen diabsorbsi oleh fitoplankton dalam
bentuk nitrat (NO3–N) dan
amonia (NH3–N).
Fitoplankton lebih banyak menyerap NH3–N dibandingkan dengan NO3–N karena lebih banyak dijumpai diperairan baik dala kondisi
aerobik maupun anaerobik. Senyawa-senyawa nitrogen ini sangat dipengaruhi oleh
kandungan oksigen dalam air, pada saat kandungan oksigen rendah nitrogen
berubah menjadi amoniak (NH3) dan saat kandungan oksigen tinggi nitrogen
berubah menjadi nitrat (NO3-)
(Welch, 1980). Senyawa ammonia, nitrit, nitrat dan bentuk senyawa lainnya
berasal dari limbah pertanian, pemukiman dan industri. Secara alami senyawa
ammonia di perairan berasal dari hasil metabolisme hewan dan hasil proses
dekomposisi bahan organik oleh bakteri. Jika kadar ammonia di perairan terdapat
dalam jumlah yang terlalu tinggi (lebih besar dari 1,1 mg/l pada suhu 25 0C dan
pH 7,5) dapat diduga adanya pencemaran (Alaerst dan Sartika, 1987). Sumber ammonia
di perairan adalah hasil pemecahan nitrogen organic (protein dan urea) dan
nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah dan air, juga berasal dari
dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati) yang
dilakukan oleh mikroba dan jamur yang dikenal dengan istilah ammonifikasi
(Effendi, 2003). Nitrit (NO2)
biasanya ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit diperairan alami, kadarnya
lebih kecil daripada nitrat karena nitrit bersifat tidak stabil jika terdapat
oksigen. Nitrit merupakan bentuk peralihan antara ammonia dan nitrat serta
antara nitrat dan gas nitrogen yang biasa dikenal dengan proses nitrifikasi dan
denitrifikasi (Effendi, 2003). Nitrat (NO3) adalah bentuk nitrogen utama di perairan alami.
Nitrat merupakan salah satu nutrien senyawa yang penting dalam sintesa protein
hewan dan tumbuhan. Konsentrasi nitrat yang tinggi di perairan dapat
menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan organisme perairan apabila didukung
oleh ketersediaan nutrient (Alaerst dan Sartika, 1987). Konsentrasi ammonia
untuk keperluan budidaya laut adalah 0,3 mg/l (KLH, 2004). Sedangkan untuk
nitrat adalah berkisar antara 0,9 – 3,2 mg/l (KLH, 2004; DKP, 2002). Nitrite-meter
adalah adalah alat untuk mengukur kadar kandungan Nitrite-Nitrogen
(N-NO2-) dalam limbah
cair atau dalam air. Konsentrasi yang dapat diukur dari 0,0 sampai 0,35 mg/L
atau ppm dengann tingkat kesalahan ± 0,02 mg/L atau sekitar 4 % dari angka yang
dibaca.
- Intensitas cahaya dan Kecerahan
Cahaya matahari merupakan sumber energi yang utama bagi
kehidupan jasad termasuk kehidupan di perairan karena ikut menentukan
produktivitas perairan. Intensitas cahaya matahari merupakan faktor abiotik
utama yang sangat menentukan laju produktivitas primer perairan, sebagai sumber
energi dalam proses fotosintesis (Boyd, 1982).
Umumnya fotosintesis bertambah sejalan dengan
bertambahnya intensitas cahaya sampai pada suatu nilai optimum tertentu (cahaya
saturasi), diatas nilai tersebut cahaya merupakan penghambat bagi fotosintesis
(cahaya inhibisi). Sedangkan semakin ke dalam perairan intensitas cahaya akan
semakin berkurang dan merupakan faktor pembatas sampai pada suatu kedalaman
dimana fotosintesis sama dengan respirasi.
Kedalaman perairan dimana proses fotosintesis sama dengan
proses respirasi disebut kedalaman kompensasi. Kedalaman kompensasi biasanya
terjadi pada saat cahaya di dalam kolom air hanya tinggal 1 % dari seluruh
intensitas cahaya yang mengalami penetrasi dipermukaan air. Kedalaman
kompensasi sangat dipengaruhi oleh kekeruhan dan keberadaan awan sehingga
berfluktuasi secara harian dan musiman (Effendi, 2003).
Cahaya merupakan sumber energi utama dalam ekosistem
perairan. Di perairan, cahaya memiliki dua fungsi utama antara lain :
Ø Memanasi
air sehingga terjadi perubahan suhu dan berat jenis (densitas) dan selanjutnya
menyebabkan terjadinya percampuran massa dan kimia air. Perubahan suhu juga
mempengaruhi tingkat kesesuaian perairan sebagai habitat suatu organisme
akuatik, karena setiap organisme akuatik memiliki kisaran suhu minimum dan
maksimum bagi kehidupannya.
Ø Merupakan
sumber energi bagi proses fotosintesis algae dan tumbuhan air. Kecerahan
merupakan ukuran transparansi perairan, yang ditemukan secara visual dengan
menggunakan secchi disk. Nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter,
nilai ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan
dan padatan tersuspensi serta ketelitian seseorang yang melakukan pengukuran.
Pengukuran kecerahan sebaiknya dilakukan pada saat cuaca cerah.
- Kekeruhan
Kekeruhan merupakan sifat fisik air yang tidak hanya
membahayakan ikan tetapi juga menyebabkan air tidak produktif karena
menghalangi masuknya sinar matahari untuk fotosintesa. Kekeruhan ini disebabkan
air mengandung begitu banyak partikel tersuspensi sehingga merubah bentuk
tampilan menjadi berwarna dan kotor. Adapun penyebab kekeruhan ini antara lain
meliputi tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik yang tersebar secara baik dan
partikel-partikel kecil tersuspensi lainnya. Tingkat kekeruhan air di perairan
mempengaruhi tingkat kedalaman pencahayaan matahari, semakin keruh suatu badan
air maka semakin menghambat sinar matahari masuk ke dalam air. Pengaruh tingkat
pencahayaan matahari sangat besar pada metabolisme makhluk hidup dalam air,
jika cahaya matahari yang masuk berkurang maka makhluk hidup dalam air
terganggu, khususnya makhluk hidup pada kedalaman air tertentu, demikian pula
sebaliknya.
Menurut Alaerts dan Santika (1987) menyatakan bahwa ada 3
metode pengukuran kekeruhan yaitu:
a) Metoda
Nefelometrik (unit kekeruhan nefelometrik FTU atau NTU);
b) Metoda
Hellige Turbidimetri (unit kekeruhan silica);
c) Metoda
visual (unit kekeruhan Jackson). Metoda visual adalah cara kuno
dan lebih sesuai untuk nilai kekeruhan yang tinggi, yaitu lebih dari 25 unit,
sedangkan metode nefelometrik lebih sensitif dan dapat digunakan untuk segala
tingkat kekeruhan.
Padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan
kekeruhan air, tidak terlarut dan tidak dapat mengendap langsung yang terdiri
dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil daripada
sediment, seperti tanah liat, bahan organik tertentu, sel-sel mikroorganisme
dan lain sebagainya. Padatan tersuspensi dan kekeruhan memiliki korelasi
positif yaitu semakin tinggi nilai padatan tersuspensi maka semakin tinggi pula
nilai kekeruhan. Akan tetapi, tingginya padatan terlarut tidak selalu diikuti
dengan tingginya kekeruhan. Air laut memiliki nilai padatan terlarut yang
tinggi, tetapi tidak berarti kekeruhannya tinggi pula.
Padatan tersuspensi menciptakan resiko tinggi terhadap
kehidupan dalam air pada aliran air yang menerima tailings di kawasan
dataran rendah. Dalam daftar berikut ini, dapat dilihat bahwa padatan
tersuspensi dalam jumlah yang berlebih (diukur sebagai total suspended solid –TSS) memiliki dampak langsung
yangberbahaya terhadap kehidupan dan bisa mengakibatkan kerusakan ekologis yang
signifikan melalui beberapa mekanisme berikut ini:
a) Abrasi
langsung terhadap insang binatang air atau jaringan tipis dari tumbuhan air;
b) Penyumbatan
insang ikan atau selaput pernapasan lainnya;
c) Menghambat
tumbuhnya/smothering telur atau kurangnya asupan oksigen karena
terlapisi oleh padatan;
d) Gangguan
terhadap proses makan, termasuk proses mencari mangsa dan menyeleksi makanan
(terutama bagi predation dan filter feeding;
e) Gangguan
terhadap proses fotosintesis oleh ganggang atau rumput air karena padatan
menghalangi sinar yang masuk;
f) Perubahan
integritas habitat akibat perubahan ukuran partikel.
- COD ( Chemical Oxygen Demand )
Hardjojo dan Djokosetiyanto (2005) menyatakan bahwa COD (Chemical
Oxygen Demand) merupakan suatu uji yang menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan
oleh bahan oksidan. Uji COD biasanya menghasilkan nilai kebutuhan oksigen
yang lebih tinggi dibandingkan uji BOD karena bahan-bahan yang stabil terhadap
reaksi biologi dan mikroorganisme dapat ikut teroksidasi dengan uji COD.
Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organic yang
secara alami dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis yang mengakibatkan
berkurangnya oksigen terlarut di dalam air. Sedangkan nilai COD dapat
memberikan indikasi kemungkinan adanya pencemaran limbah industri di dalam
perairan (ALaerst dan Sartika, 1987).
- BOD ( Biochemical Oxygen Demand )
BOD (Biochemical Oxygen Demand) atau kebutuhan
oksigen menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme
hidup untuk memecah atau mengoksidasi bahan-bahan buangan di dalam air. Jika
konsumsi oksigen tinggi yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya sisa oksigen
terlarut, maka berarti kandungan bahan-bahan buangan yang membutuhkan oksigen
tinggi. Konsumsi oksigen dapat diketahui dengan mengoksidasi air pada suhu 20
0C selama 5 hari, dan nilai BOD yang menunjukkan jumlah oksigen yang dikonsumsi
dapat diketahui dengan menghitung selisih konsentrasi oksigen terlarut sebelum
dan sesudah inkubasi (Hardjojo dan Djokosetiyanto, 2005).
Menurut Hardjojo dan Djokosetiyanto (2005) menyatakan
bahwa dalam uji BOD mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya adalah:
a) Dalam
uji BOD ikut terhitung oksigen yang dikonsumsi oleh bahan-bahan anorganik atau
bahanbahan tereduksi lainnya yang disebut juga intermediate oxygen demand;
b) Uji
BOD memerlukan waktu yang cukup lama yaitu minimal lima hari;
c) Uji
BOD yang dilakukan selama 5 hari masih belum dapat menunjukkan nilai total BOD
melainkan hanya kira-kira 68 % dari total BOD;
d) Uji
BOD tergantung dari adanya senyawa penghambat didalam air tersebut, misalkan
adanya germisida seperti chlorine yang dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme yang dibutuhkan untuk merombak bahan organik, sehingga hasil uji
BOD menjadi kurang teliti.
BOD menunjukkan jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh
proses respirasi mikroba aerob yang terdapat pada botol BOD yang diinkubasi
pada suhu sekitar 20 0C selama 5 hari dalam keadaan tanpa cahaya (Boyd, 1982).
Berikut akan disajikan derajat pencemaran suatu badan perairan yang dilihat
berdasarkan nilai BOD5 (Tabel 2).
Kisaran BOD5 (mg/l)
|
Kriteria Kualitas
Perairan
|
≤ 2,9
|
Tidak tercamar
|
3,0 – 5,0
|
Tercemar ringan
|
5,1- 14,9
|
Tercemar sedang
|
≥15,0
|
Tercemar berat
|
Tabel 2 menyajikan
tingkat pencemaran di badan perairan berdasarkan nilai BOD.
- Daya Dukung Lingkungan
Purnomo (1997) menyatakan bahwa daya dukung lingkungan perairan
adalah suatu yang berhubungan erat dengan produktivitas perairan, sebagai nilai
mutu lingkungan yang ditimbulkan oleh interaksi dari semua unsur atau komponen
(fisika, kimia dan biologi) dalam suatu kesatuan ekosistem. Daya dukung (carrying
capacity) merupakan areal dimana populasi organisme akuatik akan ditunjang
oleh kawasan atau volume perairan tanpa mengalami penurunan mutu atau
deteriorasi (Turner, 1998). Kenchington dan Hudson (1984) mendefinisikan daya
dukung sebagai suatu kuantitas maksimum ikan yang didukung oleh suatu badan air
selama jangka waktu yang panjang. Poernomo (1992) menyatakan bahwa daya dukung
dinyatakan sebagai pemanfaatan maksimum suatu kawasan atau suatu ekosistem baik
berupa jumlah maupun kegiatan yang ada di dalamnya. Daya dukung ekonomi
merupakan tingkat skala usaha dalam pemanfaatan sumberdaya yang memberikan
Daya dukung ekologis adalah jumlah maksimum organisme dalam
suatu lahan yang dapat didukung tanpa mengakibatkan kematian karena factor
kepadatan maupun terjadinya kerusakan lingkungan secara permanent (irreversible).
Hal ini ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan seperti suhu, pH, salinitas,
CO2 dan parameter kualitas air lainnya. Sementara itu daya dukung ekonomi
adalah tingkat produksi yang memberikan keuntungan maksimum dan ditentukan oleh
tujuan usaha secara ekonomi. Dalam hal ini digunakan parameter parameter
kelayakan usaha secara ekonomi seperti NPE (net present value), B/C (benefit
cost ratio) dan IRR (internal rate of return). Hardjowigeno (2001)
mengemukakan bahwa daya dukung/kesesuaian lahan dapat pula dibedakan atas
kesesuaian lahan sekarang (present land suitability), yaitu kesesuaian
lahan yang dinilai berdasarkan keadaan lahan pada saat dilakukan penelitian
tanpa memperhitungkan jenis perbaikan lahan yang diperlukan; dan kesesuaian
lahan potensial (potential land suitability), yaitu kesesuaian lahan
yang dinilai berdasarkan lahan setelah diadakan perbaikanperbaikan tertentu
yang diperlukan. Kesesuaian lahan (land suitability) merupakan kecocokan
(adaptability) suatu lahan untuk tujuan penggunaan tertentu, melalui
penentuan nilai (kelas) lahan serta pola tata guna lahan yang dihubungkan
dengan potensi wilayahnya, sehingga dapat diusahakan penggunaan lahan yang
lebih terarah berikut usaha pemeliharaan kelestariannya. Daya dukung lingkungan
sangat erat kaitannya dengan kapasitas assimilasi dari lingkungan yang
menggambarkan jumlah limbah yang dapat dibuang kedalam lingkungan tanpa
menyebabkan polusi. Kemampuan assimilasi merupakan ukuran kemampuan air atau
sumber air dalam menerima pencemaran limbah tanpa menyebabkan terjadinya
penurunan kualitas air yang ditetapkan sesuai peruntukkannya (UNEP, 1993).
Penjelasan tersebut apabila diterapkan sebagai daya dukung lingkungan pesisir
menjadi kemampuan badan air atau peraian di kawasan pesisir dalam menerima
limbah organik, termasuk didalamnya adalah kemampuan mendaur ulang atau
mengassimilasi limbah tersebut sehingga tidak mencemari lingkungan perairan
yang berakibat pada terganggunya keseimbangan ekologis suatu perairan (Widigdo,
2000).
BAB III
PENUTUP
Kelimpahan
nitrat dapat mendukung terjadinya eutrofikasi. Kondisi eutrofik tersebut sangat
memungkinkan cyanobacteria (blue-green algae), khususnya Microcystis spp untuk
tumbuh berkembang biak dengan pesat (blooming). Akibatnya, kualitas air di
perairan menurun, konsentrasi oksigen terlarut menurun. Rendahnya konsentrasi
oksigen ini menyebabkan proses pertumbuhan organisme aerobik terhambat, makhluk
hidup air seperti ikan dan spesies lainnya tidak bisa tumbuh dengan baik
sehingga akhirnya mati. Hilangnya ikan dan hewan lainnya dalam mata rantai
ekosistem air menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem air. Permasalahan
lainnya, Microcystis spp diketahui menghasilkan toksin sehingga
membawa risiko kesehatan bagi manusia dan hewan. Alga bloom juga menyebabkan
hilangnya nilai konservasi, estetika, rekreasional, dan pariwisata sehingga
dibutuhkan biaya sosial dan ekonomi yang tidak sedikit untuk mengatasinya.
Mengingat
ion Nitrit dan Nitrat merupakan sabuah proses yang saling berantai dan tidak dapat
dipisahkan satu dengan yang lain maka berbagai dampak pada lingkungan dan
kesehatan manusia adalah sama dengan dampak yang diakibatkan oleh ion Nitrat,
akan tetapi karena ion Nitrit ini sangat labil ikatan kimianya, maka dampaknya
akan semakin akut dan serius. Di alam sumber Nitrogen yang akan bersiklus
menjadi Amoniak, Nitrit dan Nitrat sangatlah melimbah, dapat berasal dari alam
(batuan/tanah) juga dari berbagai limbah organik, seperti limbah tinja/urine,
limbah kotoran peternakan dan berbagai limbah organik lainnya yang oleh
mikroorganisme akan diproses menjadi ion-ion Nitrit dan Nitrat tadi.
Kualitas
air secara fisik, kimia dan bakteriologi sangatlah memegang peranan yang sangat
penting terhadap aspek kelayakan sumberdaya air untuk dapat dikonsumsi sebagai
air bersih, oleh karena itu untuk menjaga kondisi kualitas dialam dengan baik,
diperlukan pemahaman tentang sifat, karakeristik, proses siklus air, kegiatan
yang akan berdampak terhadap air serta pengetahuan dasar tentang tata cara
pengolahan dan pemulihan sumberdaya air yang agar dapat dimanfaatkan kembali.
trimakasih infonya
ReplyDelete