Saturday, January 7, 2012

HUBUNGAN FISHING GROUND DENGAN ALAT TANGKAP

please, after reading an article or would leave this page, leave a comment .>.>. . . (^_^)
I Pendahuluan
Habitat perairan laut dapat dibagi ke dalam tiga kelompok wilayah perikanan, yaitu:
1.      Daerah pantai (paparan)
2.      Daerah upwelling yaitu perbatasan antara daerah pantai dan laut terbuka dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas
3.      Laut terbuka (lepas pantai).
Dalam kaitannya dengan pemanfaatan sumber daya ikan, kebanyakan perikanan diklasifikasikan menurut produk yang ditangkap, yakni spesies yang menjadi target bagi keperluan manusia. Oleh sebab itu dikenal perikanan tuna dan cakalang, perikanan udang, perikanan paus, dan lain-lain. Juga dikenal pengelompokan perikanan lain seperti perikanan pelagis kecil (layang, kembung, selar, dan lain-lain), perikanan demersal (kakap, bawal, layar, kerapu), perikanan karang, dan lain-lain. Sedangkan kegiatan penangkapannya biasa dilakukan oleh berbagai jenis usaha perikanan, baik perikanan skala kecil yang biasanya terbatas dekat tempat pendaratan atau pelabuhan basis mereka, sampai perikanan skala besar seperti perikanan trawl (pukat harimau) yang menangkap ikan laut (Widodo, 2006).
2. Fishing Ground
Daerah penangkapan ikan (Fishing Ground) adalah merupakan daerah atau area dimana populasi organisme dapatw dimanfaatkan sebagai penghasil perikanan, yang bahkan apabila memungkinkan diburu oleh fishing master yang bekerja di kapal-kapal penangkap ikan dengan menggunakan peralatan penangkapan ikan yang dimilikinya.
 Fishing ground dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, antara lain :w temperatur air, salinitas, pH, kecerahan, gerakan air, kedalaman perairan, topografi dasar perairan, bentuk bangunan dasar perairan (bottom properties), kandungan Oksigen terlarut dan makanan. Fishing ground dapat ditandai dengan :w1. Distribusi massa air, sebagai akibat adanya daerah pertemuan arus laut Distribusi massa air ini akan membawa dan menyebarkan organisme hidup.
Fluktuasi keadaan lingkungan, dapat mempengaruhi beberapa hal : distri-busi, migrasi, pertumbuhan dan reproduksi organisme air termasuk ikan Hewan (ikan) suka mendiami suatu lingkungan untuk :
a.       tinggal secara permanen
b.      hanya lewat saja
c.       tinggal untuk jangka pendek sebelum meneruskan untuk berjalan lagi Sewaktu hewan (ikan) berada diam di suatu tempat, maka memudahkan mereka untuk ditangkap dengan menggunakan alat penangkapw Sejak saat itu daerah tersebut disebut daerah penangkapan ikan (fishing ground)w
d.      Fishing ground yang baik, apabila mempunyai :
·         Karakteristik dari ikan yang menghuninya (seperti sub populasi, umur, ukuran, jangka waktu/lama kehidupan dan tingkat pertumbuhan)
·         Jumlah individu ikan (ukuran sub populasi, jumlah ikan yang datang ke fishing ground, jumlah gerombolan ikan dan tingkat kepadatan individu setiap gerombolan)
·         Karakteristik fishing ground (seperti letak/posisi, wilayah dan kedalaman air)
·         Waktu (seperti musim, lamanya tinggal)
Keadaan yang disukai oleh ikan dan hewan laut lainnya :
a.       Daerah dengan keadaan faktor fisik optimum (mudah beradaptasi) dengan fluktuasi yang kecil
b.      Daerah up welling dari perairan yang dalam dan kaya nutrien yang bergerak ke atas ke daerah euphotic yang banyak phytoplanktonnya
c.       Daerah pertemuan dan puncak up welling yang merupakan kombiasi thermoclin pada perairan yang dangkal
d.      Daerah pertemuan 2 massa air yang berbeda, khusus bagi ikan bermigrasi (kuroshio dan oyashio)
e.       Daerah yang dekat dengan bangunan dasar laut (terumbu karang, topografi yang menghasilkan campuran lapisan air atas dan bawahnya serta organisme yang dibawanya merupakan makanan ikan)
f.       Daerah yang mempunyai ciri spesifik bagi ikan untuk menempel telurnya (rumput laut, bangunan bangunan atau kapal karam)
Klasifikasi fishing ground berdasarkan struktur oseanografi
a.       Daerah pertemuan 2 arus. Terbentuk karena pertemuan 2 arus sebagai akibat perbedaan massa air (arus kuroshio dan oyashio)
b.      Daerah yang terbentuk karena mempunyai temperatur optimum.
c.       Terbentuk karena adanya pertemuan massa air yang berbeda temperatur, sehingga menjadikan temperatur optimum
d.      Daerah yang terbentuk karena percampuran air yang mengarah ke atas.
e.       Terbentuk karena pertemuan arus panas dan arus dingin yang berbenturan, mengakibatkan arah arus ke atas atau ke bawah dan kemudian menyebar membentuk formasi eddy.
f.       Gerakan massa air ke atas tersebut disebut surface divergence dan gerakan sebaliknya disebut surface convergence
(http://perpustakaandinaskelautandanperikanan.blogspot.com)
3. Alat Tangkap
Pembagian alat tangkap ikan secara umum adalah sebagai berikut:
1. Pukat kantong (seine net)
Adalah alat penangkapan ikan berbentuk kantong yang terbuat dari jaring dan terdiri dari 2 (dua) bagian sayap, badan, dan kantong jaring, bagian kantong terletak di belakang bagian badan yang merupakan tempat terkumpulnya hasil tangkapan ikan. Alat tangkap ini digunakan untuk menangkap berbagai jenis ikan  pelagis, dan demersal. Pukat kantong terdiri dari pukat payang, pukat layang, dogol dan pukat pantai.
2. Pukat Cincin (purse seine)
Adalah jenis jaring penangkap ikan berbentuk empat persegi panjang atau trapesium, dilengkapi dengan tali yang dapat digulung untuk mengurung gerombolan ikan.
3. Jaring insang (gill net)
Merupakan alat penangkapan ikan berbentuk lembaran jaring empat persegi panjang, yang mempunyai ukuran mata jaring merata. Dilengkapi dengan sejumlah pelampung, pemberat, tali ris atas, dan rali ris bawah atau tanpa tali ris bawah untuk menghadang ikan sehingga ikan tertangkap dengan cara terjerat dan atau terpuntal. Jaring insang dioperasikan di permukaan, pertengahan, dan dasar secara menetap, hanyut dan melingkar dengan tujuan menangkap ikan pelagis dan demersal. Jaring insang terdiri dari beberapa jenis, tergantung dari jenis tangkapan utamanya, antara lain jaring kembung, jaring kerapu, jaring kakap, jaring udang, dan lain-lain.
4. Jaring angkat
Adalah alat penangkapan ikan berbentuk lembaran jaring persegi panjang atau bujur sangkar yang dibentangkan dengan menggunakaan kerangka dari batang kayu atau bambu sehingga jaring angkat membentuk kantong.
5. Pancing (long line)
Adalah alat penangkapan ikan yang terdiri dari sejumlah utas tali dan pancing. Setiap pancing menggunakan umpan atau tanpa umpan, baik umpan alami maupun umpan buatan. Alat penangkapan ikan yang termasuk ke dalam klasifikasi pancing, yaitu rawai (longline), dan pancing. Alat pancing terdiri dari dua komponen utama, yaitu tali dan mata kail. Jumlah mata yang terdapat pada tiap perangkat pancing bisa tunggal maupun ganda, bahkan banyak sekali (beberapa ratus mata kail) tergantung dari jenis pancingnya. Banyak macam alat pancing digunakan oleh para nelayan, mulai dari bentuk yang sederhana sampai dalam bentuk ukuran skala besar yang digunakan untuk perikanan industri.  
6. Perangkap
Adalah alat penangakapan ikan berbagai bentuk yang terbuat dari jaring, bambu, kayu, atau besi yang dipasang secara tetap di dasar perairan atau secara portable (dapat dipindah tempatkan) selama jangka waktu tertentu.
(Hartono, 2008)
7. Alat Tangkap Traw (Trawl net)
Kata “trawl“ berasal dari bahasa prancis “ troler “ dari kata “ trailing“ adalah dalam bahasa inggris, mempunyai arti yang bersamaan, dapat diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan kata “tarik “ ataupun “mengelilingi seraya menarik“. Ada yang menterjemahkan “trawl” dengan “jarring tarik”, tapi karena hampir semua jarring dalam operasinya mengalami perlakuan tarik ataupun ditarik, maka selama belum ada ketentuan resmi mengenai peristilahan dari yang berwenang maka digunakan kata” trawl” saja Dari kata “trawl” lahir kata “trawling” yang berarti kerja melakukan operasi penangkapan ikan dengan trawl, Dan kata “trawler” yang berarti kapal yang melakukan  trawling. Jadi yang dimaksud dengan jarring trawl (trawl net) disini adalah suatu jarring kantong yang ditarik di belakang kapal (baca : kapal dalam keadaan berjalan ) menelusuri permukaan dasar perairan untuk menangkap ikan, udang dan jenis demersal lainnya. Jaring ini juga ada yang menyangkut sebagai “jarring tarik dasar” (Subani, 1978 dalam Droekeuh, 2009).
Menurut Ayodhyoa (1983) dalam Draoekeuh (2009), syarat syarat fishing ground untuk alat tangkap trawl, antara lain sebagai berikut:
·         Dasar fishing ground terdiri dari pasir, Lumpur ataupun campuran pasir dan Lumpur.
·         Kecepatan arus pada mid water tidak besar ( dibawah 3 knot ) juga kecepatan arus pasang tidak seberapa besar.
·         Kondisi cuaca, laut, (arus, topan, gelombang, dan lain.lain) memungkinkan keamanan operasi
·         Perairan mempunyai daya produktifitas yang besar serta sumberdaya yang melimpah.
Dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2004-2009, disebutkan bahwa masalah yang dihadapi dalam revitalisasi pertanian, khususnya perikanan di antaranya adalah :
1)      Rendahnya kesejahteraan nelayan dan relatif tingginya tingkat kemiskinan, 
2)      Akses ke sumber daya produktif termasuk sumber daya permodalan yang terbatas, dan 
3)      Belum optimalnya pemanfaatan sumber daya perikanan yang ada. Permasa-lahan tersebut menjadi kendala serius yang perlu diupayakan penanggulang-annya. Keberpihakan pemerintah, terutama lembaga keuangan relatif masih sedikit terhadap pengembangan bidang usaha perikanan.
Secara nasional, potensi lestari sumber daya perikanan laut Indonesia sebesar 6,7 juta ton/tahun dengan tingkat pemanfaatan mencapai 48%. Selain untuk konsumsi dalam negeri, hasil perikanan juga dipasarkan kenegara lain (ekspor) yang jumlahnya terus meningkat (Mulyadi, 2005).
Daerah operasi penangkapan (fishing ground) di laut berkembang dari perairan dekat pantai hingga laut lepas. Terdapat zona penangkapan sesuai dengan kondisi armada penangkapan. Menurut Surat Keputusan Menteri Pertanian Tahun 1999, yakni jalur I hingga jalur III (Effendi dan Oktariza, 2006).
Tabel 5. Daerah Operasi Penangkapan Menurut Kondisi Armada Penangkapan
Jalur Penangkapan
Jarak dari Pantai
Peruntukan
Jalur I
0–3 mil

3–6 mil
Kapal nelayan trsdisional dan kapal tanpa motor
Kapal motor tempel < 12 meter atau < 5 GT
Jalur II
6–12 mil

Kapal motor < 60 GT
Jalur III
12–200 mil
Kapal motor < 200 GT
Sumber: SK Menteri Pertanian No. 392, 1999
Dari Tabel 5 di atas, diketahui bahwa semakin besar ukuran GT (Gross Tonase) dari sebuah armada penangkapan maka jarak ataupun daerah operasi penangkapannya akan semakin jauh dari pantai.
Pemanfaatan sumberdaya perikanan yang ada diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan. Terdapat beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab masih rendahnya tingkat pendapatan nelayan, antara lain alat tangkap yang tidak produktif, modal untuk pengembangan usaha, keterbatasan sumberdaya, dan lain-lain.  Semua faktor ini dapat mempengaruhi penurunan produktivitas. Secara tidak langsung dengan produktivitas yang rendah, maka keuntungan yang didapatkan nelayan pun berkurang (Waridin, 2007).
Untuk memperoleh keuntungan yang besar sebenarnya dapat dilakukan dengan cara menekan biaya produksi atau menaikkan harga jual. Namun yang biasa dipakai oleh perusahaan yaitu dengan cara menekan biaya produksi. Biaya produksi merupakan modal yang harus dikeluarkan untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan sampai ikan tersebut siap untuk dijual. Biaya produksi ini dapat dibedakan antara biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang penggunaannya tidak habis dalam suatu masa produksi, antara lain biaya peralatan, biaya penyusutan peralatan (seperti kapal, mesin, fiber, alat tangkap, jangkar, dan lain-lain), serta biaya pemeliharaan. Sementara biaya variabel merupakan biaya yang habis dalam satu kali masa produksi antara lain biaya operasional (seperti BBM, es, konsumsi), serta upah tenaga kerja (Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2008).
Ada beberapa permasalahan perikanan yang kompleks yang diakibatkan oleh penggunaan peralatan yang bermacam-macam (purseine,  payang,  gillnet,  cantrang, tramel net, arad, pancing, dan lain-lain). Hasil tangkapan rendah karena pada umumnya mereka merupakan nelayan tradisional atau berskala kecil sehingga daerah tangkapannya (fishing ground) terbatas tidak jauh dari pantai. Pendapatan mereka juga rendah karena biaya operasional yang tinggi dan harga jual ikan di TPI yangberfluktuasi.
Untuk memperbaiki kesejahteraan nelayan maka perlu adanya peningkatan pendapatan nelayan melalui peningkatan produktivitas, efisiensi penggunaan input produksi pada berbagai jenis perahu atau kapal motor dan alat tangkap perikanan.
Ada beberapa faktor yang diduga mempengaruhi hasil tangkapan nelayan antara lain adalah:
1.      Tenaga kerja,
2.      Bahan bakar,
3.      Jenis alat tangkap yang digunakan,
4.      Jenis kapal
5.      Perbekalan, dan
6.      Pengalaman.
(Waridin, 2007).
Hasil tangkapan per upaya penangkapan atau produktivitas tangkapan adalah pembagian antara produksi hasil tangkapan dengan upaya penangkapan yang beroperasi dari suatu perairan. Hasil tangkapan berupa jumlah ikan hasil tangkapan dari salah satu kelompok sumber daya ikan (pelagis, demersal, dan lain sebagainya) dengan satuan berat (Ton atau Kg). Sedangkan upaya penangkapan berupa jumlah unit atau trip hari operasi penangkapan.
Fungsi produksi perikanan jangka pendek adalah hubungan antara tangkapan (catch) dan upaya (effort). Sementara itu dalam jangka panjang hal tersebut merupakan hubungan antara penangkapan dan rata-rata penangkapan yang dapat diperoleh pada waktu tertentu tanpa mempengaruhi stok ikan (Anderson dalam Waridin, 2007).
Dalam fungsi  produksi perikanan jangka panjang, tangkapan maksimum atau Maximum Sustainable Yield (MSY) adalah tangkapan ikan sama dengan pertumbuhan alami dari stok ikan yang tetap atau tidak berubah selama upaya (effort) juga tetap.
Walaupun stok ikan atau sumberdaya melimpah, variasi lokasi dan waktu penangkapan, stok ikan dalam jangka pendek diasumsikan tetap sehingga fungsi produksi perikanan jangka pendek dapat dirumuskan sebagai berikut:
Y = f (E)
Keterangan: Y = Hasil tangkapan
E = Upaya penangkapan ikan (effort)
Sehingga fungsi produksi perikanan juga dapat dituliskan sebagai berikut:
Y = f (E1, E2, ……., E6)
(Panayotou dalam Waridin, 2007)
Catch Per Unit Effort (CPUE) adalah laju tangkap perikanan  per tahun yang diperoleh dengan menggunakan data  time series, minimal selama lima (5) tahun. Semakin panjang series waktu yang digunakan semakin tajam prediksi yang diperoleh. Cara perhitungannya adalah dengan cara membagi total hasil tangkapan dengan total effort standard (Hartono, 2008).
4.      Hubungan Alat Tangkap Terhadap Daerah Penangkapan
Salah satu persiapan dalam merencanakan operasi penangkapan adalah menentukan daerah penangkapan. Tujuan dan sasaran ikan yang akan ditangkap juga menjadi satu pertimbangan alat tangkap yang akan digunakan.
Contoh dalam penangkapan udang, maka alat penangkapan yang digunakan adalah trawl udang (shrimp trawl), sebelum melakukan operasi penangkapan (setting dan hauling jaring), maka menentukan daerah penangkapan menjadi faktor yang sangat penting, jika salah maka resiko akan menjadi persoalan.
Menentukan daerah penangkapan udang pertimbangannya bahwa dasar perairan harus rata, bentuk dasar lumpur atau lumpur berpasir. Jika tidak rata maka kemungkinan alat tangkap trawl akan mengalami kesulitan bergerak dan bahkan bisa hilang karena tersangkut perairan yang tidak rata itu.
Jadi perlu kita mengetahui habitat dan behavour, migrasi serta jumlah ikan yang akan ditangkap. Monitoring membuat laporan daerah dan hasil tangkapan Setiap perusahan perikanan mempunyai bentuk dan sistem yang berbeda-beda. Artinya bahwa laporan hasil tangkap misalnya harus segera dillaporkan sesuai bentuk laporan yang telah disediakan oleh instansi, dimana satu dengan yang lain mempunyai bentuk laporan sendiri.
Pada umumnya isi dari laporan hampir mempunyai kesamaan antara perusahaan perikanan yang satu dengan yang lainnya. Didalam laporan daerah dan hasil tangkapan ikan itu antara lain yang penting adalah : Nama kapal, posisi lintang dan bujur setting dan hauling, jenis dan berat ikan yang tertangkap, cuaca juga perlu disampaikan, jumlah alat tangkap yang dioperasikan (hook rate).
Monitoring daerah penangkapan adalah sangat penting dalam upaya untuk meningkatkan hasil tangkapan. Karena dengan monitoring maka pada setiap musim ikan dapat diprediksikan perkiraan daerah penangkapan. Oleh sebab itu kegiatan antara monitoring dan laporan daerah penangkapan itu harus dilakukan dan wajib bagi setiap kapal penangkap ikan yang melakukan operasi penangkapan.
(http://www.Scribd.com)

No comments:

Post a Comment