Friday, December 30, 2011

MENUJU AGUS SUPRIADI, S. KEL
SEMANGAT AGRID...............:D

KARAKTERISTIK LAMUN DI INDONESIA

KARAKTERISTIK LAMUN DI INDONESIA

please, after reading an article or would leave this page, leave a comment .>.>. . . (^_^)
Latar Belakang
Lamun merupakan tumbuhan berbunga yang sudah menyesuaikan diri untuk hidup terbenam di dalam air laut. Lamun hidup di perairan dangkal yang agak berpasir dan sering pula dijumpai hidup pada terumbu karang. Kadang-kadang lamun membentuk komunitas yang lebat sehingga merupakan padang lamun yang cukup luas (seagrass bed). Dasar habitat padang lamun adalah perairan yang dangkal, cerah serta memiliki substrat yang lunak, serta diperlukan adanya sirkulasi air yang membawa bahan nutrien dan sisa-sisa metabolisme.
Komunitas padang lamun di perairan pesisir mempunyai manfaat baik secra ekonomis maupun ekolois. Secara ekonomis lamun banyak dimanfaatkan sebagai bahan makanan ternak, pupuk, bahan kerajinan, obat dan di beberapa tempat dikonsumsi sebagai bahan pangan. Secara ekologis lamun merupakan tempat pemijahan (spawning ground), tempat asuhan (nursery ground) dan sebagai tempat ruaya berbagai jenis ikan dan organisme laut lainnya.
Morfologi Umum Tumbuhan Lamun
Lamunmerupakan tumbuhan berbunga. Sebagai tumbuhan yang memiliki pembuluh, lamun secara struktural dan fungsional memiliki kesamaan dengan tumbuhan daratan.
Lamun memiliki akar rhizoma yang kuat. Akar ini berfungsi sebagai jangkar dan penyerap nutrien dari substrat. Semua lamun memproduksirambut akar, kelimpahan rambut akar ini bervariasi pada setiap spesies.
Lamun memiliki daun-daun tipis memanjang seperti pita yang mempunyai saluran-saluran air. Bentuk daun seperti ini memaksimalkan difusi gas dan nutrien antar daun dan air jug amemaksimalkan proses fotosintesis di permukaan daun.
Sebagian besar lamun berumah dua, artinya dalam satu tmbuhan hanya ada bunga jantan saja atau betina saja. Sistem pembiakan lamun melalui penyerbukan di dalam air., selain itu lamun mampu berkembang biak secara vegetatif melalui akar rhizoma dan pertumbuhan batang tegak baru.
Klasifikasi dan Sebaran Lamun
Di Indonesia sampai saat ini tercatat ada 12 spesies lamun. Kedua belas jenis lamun ini tergolong pada tujuh genus. Ketujuh genus ini terdiri dari tiga genus dari famili Hidrocharitaceaeyaitu Enhalus, Thalassia dan Halophila dan empat genus dari famili Potamogetonaceae yaitu  Syringodium, Cymodocea, Halodule dan Thalassodendron.
Klasifikasi tumbuhan lamun yang ada di Indonesia adalah sebagai berikut :
Divisi : Anthophita
Kelas : Angiospermae
Subkelas : Monocotyledoneae
Ordo : Helobiae
Famili : Potamogetonaceae
Genus : Halodule
Spesies : Halodule pinifolia
Spesies : Halodule uninervis
Genus : Cymodocea
Spesies : Cymodocea rotundata
Spesies : Cymodocea serulata
Genus : Syringodium
Spesies : Syringodium isoetifolium
Genus : Thalassodendron
Spesies : Thalassodendron ciliatum
Famili : Hydrocharitaceae
Genus : Enhalus
Spesies : Enhalus acoroides
Genus : Thalassia
Spesies : Thalassia hemprichii
Genus : Halophila
Spesies : Halophila spinulosa
Spesies : Halophila decipiens
Spesies : Halophila minor
Spesies : Halophila ovalis 
Lamun tumbuh di perairan dangkal di daerah intertidal, namun mereka tampak sangat melimpah di daerah sublitoral. Jumlah spesiesnya lebih banyak terdapat di daerah tropik daripada di daerah ugahari.
Dari 12 genus lamun di dunia, 7 genus merupakan lamun tropis yaitu : Enhalus, Thalassia, Halophila, Halodule, Cymodocea, Syringodium, Thalassodendron dan 5 genus lamun subtropis yaitu : Zostera, Phillospadix, Heterozostera, Posidonia, Amphibolis.  Dari 7 genus lamun tersebut, terdapat beberapa yang mampu hidup sapai pada daerah subtropis bahkan di daerah ugahari, yaitu Halophila ovalis dan  Syringodium isoetifolium,  dan beberapa mampu hidup terbatas hanya pada daerah subtropisyaitu Cymodocea nodosa, Cymodocea angustata dan  Thalassodendron pachirhizum.
Komunitas Padang Lamun      
Komunitas biotik adalah kumpulan populasi yang hidup dalam daerah atau habitat fisik tertentu, hal tersebut merupakan satuan yang terorganisir sedemikian sehingga komunitas biotik tersebut mempunyai sifat-sifat tambahan terhadap komponen-komponen individu dan fungsi-fungsi sebagai suatu unit melalui transfer metabolik yang bergandengan.
Ada lima karakteristik yang membentuk komunitas yang dapat dipelajari dan diukur yaitu : 1) Keanekaragaman jenis, 2) Bentuk dan struktur pertumbuhan, 3)  dominansi, 4) kelimpahan jenis dan 5) struktur tropik. Kelima faktorntersebut juga disebut karakteristik komunitas.
Keanekaragaman adalah suatu keragaman atau perbedaan diantara anggota-anggota suatu kelompok. Suatu populasi mungkin beragam dari struktur umur, fase perkembangan atau dari segi genetik individu-individu penyusunnya. Dalam ekologi, keanekaragaman biasanya mengarah pada keanekaragaman jenis. Suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman tinggi jika terdapat jenis yang melimpah secara merata. Jika komunitas disusun dari sejumlah kecil jenis yang melimpah maka keanekaragaman jenis dalam komunitas tersebut rendah.
Kemerataan disebut juga sebagai keseimbangan dari komposisi individu tiap jenis. Jika kemerataan mendekati minimum maka dalam komunitas tersebut terjadi dominansi jenis. Sebaliknya jika kemerataan mendekati maksimum maka komunitas tersebut memiliki kondisi yang relatif stabil.
Diantara organisme-organisme pembentuk komunitas, hanya beberapa jenis yang memperlihatkan pengendalian nyata dalam memfungsikan keseluruhan komunitas. Kepentingan organisme dalam komunitas tidak ditentukan oleh posisi taksonominya, tetapi oleh jumlah, ukuran, produksi dan hubungan lainnya. Tingkat kepentingan jenis biasanya dinyatakan dengan indeks dominansi. Jenis dominan mengendalikan struktur dan komposisi jenis dari suatu komunitas dengan mempengaruhi faktor-faktor kimia dan fisika seperti temperatur, ketersediaan cahaya dan nutrien. Hilangnya jenis dominan akan menimbulkan perubahan-perubahan penting, tidak hany apada komunitas biotik tapi berpengaruh juga pada  lingkungan fisik.
Peran Ekologis Lamun
Lamunmerupakan tumbuhan autotrof yang dapat melakukan fotosintesis. Lamun dapat memfiksasi sejumlah karbon organik dan sebagian besar memasuki rantai pakan baik melalui pemangsaan langsung oleh herbivora maupun melalui proses dekomposisi. Materi lamun yang putus dan tanaman yang tumbang dihanyutkan arus ke lingkungan sekekliling, Den Hartog, (1976) in Hutomo, (1985) memperkirakan bahwa serasah yang diproduksi oleh lamun mungkin membantu meningkatkan kelimpahan fito dan zooplankton di permukaan terumbu karang. Oleh karenanya lamun berperan sebagai produsen primer.
Peran yang lain yaitu sebagai habitat biota, dengan memberikan perlindungan, tempat menetap serta tempat ruaya baik juvenil maupun biota dewasa. Daun lamun mendukung sejumlah besar organisme epifitik dengan suatu substrat yang cocok untuk penempelan. Selain hewan menempel terdapat pula hewan bergerak yang hidup di perairan bawah tajuk daun berupa ikan, udang, cumi-cumi dan hewan yang dapat hidup di dalam sedimen.
Daun-daun lamun lamun memperlambat arus air dan gelombang, memperbesar terjadinya sedimentasi dan menghambat tersuspensinya kembali bahan organik dan anorganik. Rhizoma dan akar lamun menangkap dan menggabungkan sedimen sehingga meningkatkan stabilitas permukaan di bawahnya dan pada saat yang sama menjadikan air lebih jernih.
Faktor lingkungan yang  mempengaruhi distribusi dan pertumbuhan lamun adalah: kecerahan, temperature, salinitas, substrat dan kecepatan arus.
1.      Kecerahan
Lamun membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi untuk melaksanakan proses fotosintesis. Hal ini terbukti dengan hasil observasi yang menunjukkan bahwa distribusi lamun hanya terbatas pada perairan yang tidak terlalu dalam.
2.      Temperatur
Kisaran suhu optimal bagi lamun adalah 28-300 C. Kemampuan proses fotosintesis akan menurun dengan tajam apabila tempereatur perairan berada di luar kisaran optimal tersebut.
3.      Salinitas
Spesies lamun memiliki kemampuan toleransi yang berbeda terhadap salinitas, namun sebagian besar memiliki kisaran yang lebar yaitu 10-40%o. Nilai salinitas optimum untuk lamun 35%o. Salah satu factor yang menyebabkan kerusakan ekosistem padang lamun adalah meningkatnya salinitas yang diakibatkan oleh berkurangnya suplai air tawar dari sungai.
4.      Substrat
Padang lamun hidup pada berbagai macam tipe subtract, mulai dari Lumpur sampai sediment dasar yang terdiri dari endapan Lumpur halus sebesar 40%. Kedalaman substrat berperan dalam menjaga stabilitas sediment yang mencakup 2 hal, yaitu pelindung tanaman dari arus air laut, dan tempat pengolahan serta pemasok nutrient.
5.      Kecepatan Arus Perairan
Produktivitas padang lamun juga dipengaruhi oleh kecepatan arus perairan. Pada saat kecepatan arus sekitar 0,5 m/detik, jenis Thallassia testudium mempunyai kemampuan maksimal untuk tumbuh.

Ciri-Ciri Lamun di Indonesia
Syringodium isoetifolium                                             Halophila ovalis         
syringodium isoetifolium

Halophila spinulosa                                                    Halophila minor         
           
Halophila decipiens                                                    Halodule pinifolia
  

Halodule uninervis .                                       Thalassodendron ciliatum

Cymodocea rotundata                                     Cymodocea serrulata

Thalassia hemprichii                                       Enhalus acoroides
 

KARAKTERISTIK PENANGKAPAN IKAN MENGGUNAKAN PURSE SEINE

KARAKTERISTIK
PENANGKAPAN IKAN MENGGUNAKAN PURSE SEINE

please, after reading an article or would leave this page, leave a comment .>.>. . . (^_^)
1.      Definisi
Purse seine (pukat cincin) adalah jaring yang umumnya berbentuk empat persegi panjang, tanpa kantong dan digunakan untuk menangkap gerombolan ikan permukaan (pelagic fish). Purse seine adalah suatu alat penangkapan ikan yang digolongkan dalam kelompok jaring lingkar (surrounding nets) (Martasuganda et al.2004).
http://www.iftfishing.com/wp-content/uploads/2011/04/images-10.jpghttp://www.iftfishing.com/wp-content/uploads/2011/04/images-1.jpg
Gambar 1 Pukat Cincin (Purse Seine)
Berdasarkan standar klasifikasi alat penangkap perikanan laut, purse seine termasuk dalam klasifikasi pukat cincin. Von Brandt (1984) menyatakan bahwa purse seine merupakan alat tangkap yang lebih efektif untuk menangkap ikan-ikan pelagis kecil di sekitar permukaan air. Purse seine dibuat dengan dinding jaring yang panjang, dengan panjang jaring bagian bawah sama atau lebih panjang dari bagian atas. Dengan bentuk konstruksi jaring seperti ini, tidak ada kantong yang berbentuk permanen pada jaring purse seine. Karakteristik jaring purse seine terletak pada cincin yang terdapat pada bagian bawah jaring. Pengoperasian purse seine dilakukan dengan melingkari gerombolan ikansehingga membentuk sebuah dinding besar yang selanjutnya jaring akan ditarik dari bagian bawah dan membentuk seperti sebuah kolam (Sainsbury 1996). Untuk memudahkan penarikan jaring hingga membentuk kantong, alat tangkap ini mempunyai atau dilengkapi dengan cincin sebagai tempat lewatnya ”tali kolor” atau ”tali pengerut” (Subani & Barus 1998).
Konstruksi purse seine menurut Subani dan Barus (1988), terdiri atas:
·         Bagian jaring, terdiri atas jaring utama, jaring sayap, dan jaring kantong.
·         Srampatan (selvedge), dipasang pada bagian pinggiran jaring yang berfungsi memperkuat jaring sewaktu dioperasikan, terutama saat penarikan jaring.
·         Tali temali, terdiri atas tali pelampung, tali ris atas, tali ris bawah, tali pemberat, tali kolor, dan tali selambar.
·         Pelampung
·         Pemberat
·         Cincin

2.      Karakteristik
Dengan menggunakan one boat sistem cara operasi menjadi lebih mudah. Pada operasi malam hari lebih mungkin menggunakan lampu untuk mengumpul-kan ikan pada one boat sistem. Dengan one boat sistem memungkinkan pema-kaian kapal lebih besar, dengan demikian area operasi menjadi lebih luas dan HP akan lebih besar, yang menyebabkan kecepatan melingkari gerombolan ikan juga akan lebih besar. Oleh sebab itu dapat dikatakan tipe one boat akan lebih eko-nomis dan efisien jika kapal mekaniser, karena dengan menggunakan sistem me-kaniser pekerjaan menarik jaring, mengangkat jaring, mengangkat ikan dll peker-jaan di dek menjadi lebih mudah.
Penangkapan ikan dengan menggunakan purse seine merupakan salah satu metode penangkapan yang paling agresif dan ditujukan untuk penangkapan gerombolan besar ikan pelagis (Sainsbury 1996).


3.      Teknik Penangkapan (Sitting dan Moulting)
Pada umumnya jaring dipasang dari bagian belakang kapal (buritan) sungguhpun ada juga yang menggunakan samping kapal. Urutan operasi dapat digambarkan sebagai berikut :
http://www.iftfishing.com/wp-content/uploads/2011/04/images-9.jpg
Gambar 2 contoh penangkapan dengan ukat cincin
a)      Pertama-tama haruslah diketemukan gerombolan ikan terlebih dahulu. Ini dapat dilakukan berdasarkan pengalaman-pengalaman, seperti adanya perubahan warna permukaan air laut karena gerombolan ikan berenang dekat dengan permukaan air, ikan-ikan yang melompat di permukaan terlihat riak-riak kecil karena gerombolan ikan berenang dekat permukaan. Buih-buih di permukaan laut akibat udara-udara yang dikeluarkan ikan, burung-burung yang menukik dan menyambar-nyambar permukaan laut dan sebagainya. Hal-hal tersebut diatas biasanya terjadi pada dini hari sebelum matahari keluar atau senja hari setelah matahari terbenam disaat-saat mana gerombolan ikan-ikan teraktif untuk naik ke permukaan laut. Tetapi dewasa ini dengan adanya berbagai alat bantu (fish finder, dll) waktu operasipun tidak lagi terbatas pada dini hari atau senja hari, siang haripun jika gerombolan ikan diketemukan segera jaring dipasang.
b)      Pada operasi malam hari, mengumpulkan/ menaikkan ikan ke permukaan laut dilakukan dengan menggunakan cahaya. Biasanya dengan fish finder bisa diketahui depth dari gerombolan ikan, juga besar dan densitasnya. Setelah posisi ini tertentu barulah lampu dinyalakan (ligth intesity) yang digunakan berbeda-beda tergantung pada besarnya kapal, kapasitas sumber cahaya. Juga pada sifat phototxisnya ikan yang menjadi tujuan penangkapan.
c)      Setelah fishing shoal diketemukan perlu diketahui pula swimming direction, swimming speed, density ; hal-hal ini perlu dipertimbangkan lalu diperhitung-kan pula arah, kekuatan, kecepatan angin, dan arus, sesudah hal-hal diatas diperhitungkan barulah jaring dipasang. Penentuan keputusan ini harus dengan cepat, mengingat bahwa ikan yang menjadi tujuan terus dalam keadaan bergerak, baik oleh kehendaknya sendiri maupun akibat dari bunyi-bunyi kapal, jaring yang dijatuhkan dan lain sebagainya. Tidak boleh luput pula dari perhitungan ialah keadaan dasar perairan, dengan dugaan bahwa ikan-ikan yang terkepung berusaha melarikan diri mencari tempat aman (pada umumnya tempat dengan depth yang lebih besar) yang dengan demikian arah perentangan jaring harus pula menghadang ikan-ikan yang terkepung dalam keadaan kemungkinan ikan-ikan tersebut melarikan diri ke depth lebih dalam.
http://www.iftfishing.com/wp-content/uploads/2011/04/images-41.jpg
Gambar 3 contoh arah pemasangan pukat cincin
d)     Dalam waktu melingkari gerombolan ikan kapal dijalankan cepat dengan tujuan supaya gerombolan ikan segera terkepung. Setelah selesai mulailah purse seine ditarik yang dengan demikian bagian bawah jaring akan tertutup. Melingkari gerombolan ikan dengan jaring adalah dengan tujuan supaya ikan-ikan jangan dapat melarikan diri dalam arah horisontal. Sedang dengan menarik purse line adalah untuk mencegah ikan-ikan supaya ikan-ikan jangan dapat melarikan diri ke bawah. Antara dua tepi jaring sering tidak dapat tertutup rapat, sehingga memungkinkan menjadi tempat ikan untuk melarikan diri. Untuk mencegah hal ini, dipakailah galah, memukul-mukul permukaan air dan lain sebagainya. Setelah purse line selesai ditarik, barulah float line serta tubuh jaring (wing) dan ikan-ikan yang terkumpul diserok/ disedot ke atas kapal.

Sunday, December 25, 2011

KARAKTERISTIK PENANGKAPAN IKAN MENGGUNAKAN PURSE SEINE

please, after reading an article or would leave this page, leave a comment .>.>. . . (^_^)
1.      Definisi
Purse seine (pukat cincin) adalah jaring yang umumnya berbentuk empat persegi panjang, tanpa kantong dan digunakan untuk menangkap gerombolan ikan permukaan (pelagic fish). Purse seine adalah suatu alat penangkapan ikan yang digolongkan dalam kelompok jaring lingkar (surrounding nets) (Martasuganda et al.2004).
http://www.iftfishing.com/wp-content/uploads/2011/04/images-10.jpghttp://www.iftfishing.com/wp-content/uploads/2011/04/images-1.jpg
Gambar 1 Pukat Cincin (Purse Seine)
Berdasarkan standar klasifikasi alat penangkap perikanan laut, purse seine termasuk dalam klasifikasi pukat cincin. Von Brandt (1984) menyatakan bahwa purse seine merupakan alat tangkap yang lebih efektif untuk menangkap ikan-ikan pelagis kecil di sekitar permukaan air. Purse seine dibuat dengan dinding jaring yang panjang, dengan panjang jaring bagian bawah sama atau lebih panjang dari bagian atas. Dengan bentuk konstruksi jaring seperti ini, tidak ada kantong yang berbentuk permanen pada jaring purse seine. Karakteristik jaring purse seine terletak pada cincin yang terdapat pada bagian bawah jaring. Pengoperasian purse seine dilakukan dengan melingkari gerombolan ikansehingga membentuk sebuah dinding besar yang selanjutnya jaring akan ditarik dari bagian bawah dan membentuk seperti sebuah kolam (Sainsbury 1996). Untuk memudahkan penarikan jaring hingga membentuk kantong, alat tangkap ini mempunyai atau dilengkapi dengan cincin sebagai tempat lewatnya ”tali kolor” atau ”tali pengerut” (Subani & Barus 1998).
Konstruksi purse seine menurut Subani dan Barus (1988), terdiri atas:
·         Bagian jaring, terdiri atas jaring utama, jaring sayap, dan jaring kantong.
·         Srampatan (selvedge), dipasang pada bagian pinggiran jaring yang berfungsi memperkuat jaring sewaktu dioperasikan, terutama saat penarikan jaring.
·         Tali temali, terdiri atas tali pelampung, tali ris atas, tali ris bawah, tali pemberat, tali kolor, dan tali selambar.
·         Pelampung
·         Pemberat
·         Cincin

2.      Karakteristik
Dengan menggunakan one boat sistem cara operasi menjadi lebih mudah. Pada operasi malam hari lebih mungkin menggunakan lampu untuk mengumpul-kan ikan pada one boat sistem. Dengan one boat sistem memungkinkan pema-kaian kapal lebih besar, dengan demikian area operasi menjadi lebih luas dan HP akan lebih besar, yang menyebabkan kecepatan melingkari gerombolan ikan juga akan lebih besar. Oleh sebab itu dapat dikatakan tipe one boat akan lebih eko-nomis dan efisien jika kapal mekaniser, karena dengan menggunakan sistem me-kaniser pekerjaan menarik jaring, mengangkat jaring, mengangkat ikan dll peker-jaan di dek menjadi lebih mudah.
Penangkapan ikan dengan menggunakan purse seine merupakan salah satu metode penangkapan yang paling agresif dan ditujukan untuk penangkapan gerombolan besar ikan pelagis (Sainsbury 1996).


3.      Teknik Penangkapan (Sitting dan Moulting)
Pada umumnya jaring dipasang dari bagian belakang kapal (buritan) sungguhpun ada juga yang menggunakan samping kapal. Urutan operasi dapat digambarkan sebagai berikut :
http://www.iftfishing.com/wp-content/uploads/2011/04/images-9.jpg
Gambar 2 contoh penangkapan dengan ukat cincin
a)      Pertama-tama haruslah diketemukan gerombolan ikan terlebih dahulu. Ini dapat dilakukan berdasarkan pengalaman-pengalaman, seperti adanya perubahan warna permukaan air laut karena gerombolan ikan berenang dekat dengan permukaan air, ikan-ikan yang melompat di permukaan terlihat riak-riak kecil karena gerombolan ikan berenang dekat permukaan. Buih-buih di permukaan laut akibat udara-udara yang dikeluarkan ikan, burung-burung yang menukik dan menyambar-nyambar permukaan laut dan sebagainya. Hal-hal tersebut diatas biasanya terjadi pada dini hari sebelum matahari keluar atau senja hari setelah matahari terbenam disaat-saat mana gerombolan ikan-ikan teraktif untuk naik ke permukaan laut. Tetapi dewasa ini dengan adanya berbagai alat bantu (fish finder, dll) waktu operasipun tidak lagi terbatas pada dini hari atau senja hari, siang haripun jika gerombolan ikan diketemukan segera jaring dipasang.
b)      Pada operasi malam hari, mengumpulkan/ menaikkan ikan ke permukaan laut dilakukan dengan menggunakan cahaya. Biasanya dengan fish finder bisa diketahui depth dari gerombolan ikan, juga besar dan densitasnya. Setelah posisi ini tertentu barulah lampu dinyalakan (ligth intesity) yang digunakan berbeda-beda tergantung pada besarnya kapal, kapasitas sumber cahaya. Juga pada sifat phototxisnya ikan yang menjadi tujuan penangkapan.
c)      Setelah fishing shoal diketemukan perlu diketahui pula swimming direction, swimming speed, density ; hal-hal ini perlu dipertimbangkan lalu diperhitung-kan pula arah, kekuatan, kecepatan angin, dan arus, sesudah hal-hal diatas diperhitungkan barulah jaring dipasang. Penentuan keputusan ini harus dengan cepat, mengingat bahwa ikan yang menjadi tujuan terus dalam keadaan bergerak, baik oleh kehendaknya sendiri maupun akibat dari bunyi-bunyi kapal, jaring yang dijatuhkan dan lain sebagainya. Tidak boleh luput pula dari perhitungan ialah keadaan dasar perairan, dengan dugaan bahwa ikan-ikan yang terkepung berusaha melarikan diri mencari tempat aman (pada umumnya tempat dengan depth yang lebih besar) yang dengan demikian arah perentangan jaring harus pula menghadang ikan-ikan yang terkepung dalam keadaan kemungkinan ikan-ikan tersebut melarikan diri ke depth lebih dalam.
http://www.iftfishing.com/wp-content/uploads/2011/04/images-41.jpg
Gambar 3 contoh arah pemasangan pukat cincin
d)     Dalam waktu melingkari gerombolan ikan kapal dijalankan cepat dengan tujuan supaya gerombolan ikan segera terkepung. Setelah selesai mulailah purse seine ditarik yang dengan demikian bagian bawah jaring akan tertutup. Melingkari gerombolan ikan dengan jaring adalah dengan tujuan supaya ikan-ikan jangan dapat melarikan diri dalam arah horisontal. Sedang dengan menarik purse line adalah untuk mencegah ikan-ikan supaya ikan-ikan jangan dapat melarikan diri ke bawah. Antara dua tepi jaring sering tidak dapat tertutup rapat, sehingga memungkinkan menjadi tempat ikan untuk melarikan diri. Untuk mencegah hal ini, dipakailah galah, memukul-mukul permukaan air dan lain sebagainya. Setelah purse line selesai ditarik, barulah float line serta tubuh jaring (wing) dan ikan-ikan yang terkumpul diserok/ disedot ke atas kapal.

DISTRIBUSI DAN PERSEBARAN PLANKTON



please, after reading an article or would leave this page, leave a comment .>.>. . . (^_^)
1. Pendahuluan
Laut merupakan sebuah ekosistem besar yang di dalamnya terdapat interaksi yang kuat antara faktor biotik dan abiotik. Interaksi yang terjadi bersifat dinamis dan saling mempengaruhi. Lingkungan menyediakan tempat hidup bagi organisme-organisme yang menempatinya sebaliknya makluk hidup dapat mengembalikan energi yang dimanfaatkkannya ke dalam lingkungan. Suatu daur energi memberikan contoh nyata akan keberadaan interaksi tersebut. Di laut terjadi transfer energi antar organisme pada tingkatan tropis yang berbeda dengan demikian terjadi proses produksi. Hirarki proses produksi membentuk sebuah rantai yang dikenal dengan rantai makanan (Nontji, 2002).
Plankton berasal dari bahasa Yunani yang mempunyai arti mengapung, Plankton biasanya mengalir bersama arus laut. Plankton juga biasanya disebut biota yang hidup di mintakat pelagik dan mengapung, menghanyutkan atau bere-nang sangat lincah, artinya mereka tidak dapat melawan arus. Ukuran Plankton sangat beranekaragam dari yang terkecil yang disebut Ultraplankton dengan uku-ran <0,005 mikro, Nanoplankton yang berukuran 60-70 mikro, dan Netplankton yang dapat berukuran beberapa millimeter dan dapat dikumpulkan dengan jaring plankton. Makro plankton berukuran besar baik berupa tumbuhan ataupun hewan (Romimohtarto dan Sri Juana, 2005).
Dalam bidang biologi oceanografi terdapat sistem pelagik terdiri dari hewan dan turnbuh-turnbuhan yang hidupnya berenang dan melayang-layang di lautan terbuka, salah satunya adalah plankton. Plankton terdiri dari organisrne-oraganisrne yang berukuran kecil (mikroskopik) yang jumlahnya sangat banyak dan mereka ini tidak cukup kuat untuk menahan gerakan air yang begitu besar. Banyak di antara kelompok hewan ini yang merupakan golongan perenang aktif walaupun demikian mereka tetap terombang-ambing oleh arus lautan. Kelompok ini terdiri dari golongan binatang (zooplankton) dan golongan tumbuh-tumbuhan (fitoplankton) (Hutabarat, 1985).
Plankton dapat didefinisikan sebagai suatu komunitas timbuhan dan hewan yang kekuatan geraknya tidak mencukupi untuk mencegah mereka ditransporta-sikan secara pasif oleh arus laut (Ornori dan Ikeda, 1984). Organisme planktonik merupakan tumbuhan dan hewan yang merniliki daya gerak terbatas sehingga pergerakannya dipengaruhi oleh pergerakan (arus) air (Nybakken, 1988).
2. Klasifikasi
Plankton dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis, ukuran dan daur hidupnya
2.1 Jenis Plankton
Berdasarkan jenisnya, plankton dapat dibagi dua, yaitu :
a. Zooplankton : Plankton berupa hewan. Zooplankton merupakan suatu kelom-pok yang terdiri dari berjenis–jenis hewan yang sangat banyak macamnya ter-masuk protozoa, coelenterata, moluska, annelids, crustacea. Kelompok ini me-wakili hampir seluruh phylum yang terdapat di Animal Kingdom. Beberapa dari organisme ini ada yang bersifat sebagai plankton untuk seluruh massa hidupnya, tetapi ada juga hewan yang bersifat sebagai plankton hanya untuk sebagian dari masa hidupnya. Zooplankton tidak dapat memproduksi zat-zat organik dari zat-zat anorganik, oleh karena itu mereka harus mendapat tam-bahan bahan–bahan organik dari makanannya. Hal ini dapatdiperoleh mereka baik secara langsung maupun tidak langsung dari tumbuh-tumbuhan. Zoo-plankton yang bersifat herbivora akan memakan fitoplankton secara lang-sung; sedangkan golongan karnivora memanfaatkan mereka dengan cara tidak langsung dengan memakan golongan herbivora atau karnivora yang lain ( Hutabarat, 1985).
b. Phytoplankton : Plankton berupa tumbuhan. Phytoplankton merupakan tum-buh-tumbuhan air yang berukuran sangat kecil yang terdiri dari seiumlah besar kelas yang berbeda. Mereka mempunyai peranan yang sama pentingnya baik di sistem pelagik maupun seperti yang diperankan oleh tumbuh-tumbuhan hijau yang lebih tinggi tingkatnya diekosistem daratan; mereka adalah pro-dusen utama (primary producer) zat-zat organik. Phytoplankton hanya dapat dijumpai pada lapisan permukaan laut saja. Mereka juga akan lebih banyak dijumpai pada tempat-tempat yang terletak di daerah continental shelf dan di sepanjang pantai dimana terdapat proses upwelling. Daerah-daerah ini bia-sanya merupakan suatu daerah yang kaya akan bahan-bahan organik (Hu-tabarat, 1985).
2.2 Klasifikasi plankton berdasarkan ukuran
Berdasarkan ukurannya, plankton dapat dibagi menjadi :
a. Megaplankton (>20cm)
b. Macroplankton (2-20cm)
c. Mesoplankton (0,2-20mm)
d. Microplankton (20-200pm)
e. Nanoplankton (2-20pm)
f. Picoplankton (0,2-2pm), terutama terdiri atas bakteri (Nybakken, 1998).
2..3 Daur Hidup Plankton
Berdasarkan daur hidupnya, plankton dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Holoplankton, yaitu plankton yang hidup sebagai plankton sepanjang hidupnya. Contoh copepoda ; baik larva maupun bentuk yang dewasa dari crustacea kecil ini sangat banyak dijumpai dalam zooplankton (Hutabarat, 1985).
b. Meroplankton, yaitu plankton yang sebagian dari masa hidupnya dihabis-kan sebagai plankton (Castro and Huber, 2003). Sebagai contoh, cacing palolo yang bertempat tinggal di liang-liang di dasar laut untuk hampir seluruh masa hidupnya. Mereka akan bergerak dan berenang secara ber-gerombol ke atas permukaan laut ketika memijah. Pada saat memijah mereka sering bersifat sangat menakjubkan karena begitu banyak jum-lahnya yang dapat dijumpai pada waktu yang bersamaan (Hutabarat, 1985).
3. Distribusi Persebaran Plankton
3.1. Ditribusi Horizontal
Distribusi fitoplankton secara horizontal lebih banyak dipengaruhi faktor fisik berupa pergerakan masa air. Oleh karena itu pengelompokan (pathciness) plankton lebih banyak terjadi pada daerah neritik terutama yang dipengaruhi estuaria dibandingkan dengan oseanik. Faktor-faktor fisik yang menyebabkan distribusi fitoplankton yang tidak merata antara lain arus pasang surut, morfo-geografi setempat, dan proses fisik dari lepas pantai berupa arus yang membawa masa air kepantai akibat adanya hembusan angin. Selain itu keter-sediaan nutrien pada setiap perairan yang berbeda menyebabkan perbedaan kelimpahan fito-plankton pada daerah-daerah tersebut.(Gambar 1). Pada daerah dimana terjadi upwelling atau turbulensi, kelimpahan plankton juga lebih besar dibanding daerah lain yang tidak ada.
Gambar 1. Salah satu citra satelit yang menggambarkan distribusi fitoplankton di laut
(Sumber: www.cnrsfr/presse/communique/564.htm)
3.2. Distribusi Vertikal
Distribusi vertikal plankton sangat berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitasnya, selain kemampuan pergerakan atau faktor ling-kungan yang mendukung plankton mampu bermigrasi secara ver-tikal. Menurut Seele dan Yentch (1960) dalam Parsons dkk (1984), distribusi fitoplankton di laut secara umum menunjukkan densitas maksimum dekat lapisan permukaan (lapisan fotik) dan pada waktu lain berada dibawahnya. Hal ini menunjukan bahwa distribusi vertikal sangat berhubungan dengan dimensi waktu (temporal). Selain faktor cahaya, suhu juga sangat mendukung pergerakannya secara vertikal. Hal ini sangat berhubungan dengan densitas air laut yang mampu menahan plankton untuk tidak tenggelam. Perpindahan seca-ra vertikal ini juga dipengaruhi oleh kemampuannya ber-gerak atau lebih tepat mengadakan adaptasi fisiologis sehingga terus melayang pada kolom air. Perpaduan kondisi fisika air dan mekanisme mengapung me-nyebabkan plank-ton mampu bermigrasi secara vertikal sehingga distribusinya berbeda secara vertikal dari waktu ke waktu.
Menurut Nybakken (1988) ada beberapa mekanisme mengapung yang dilakukan plankton untuk dapat mempertahankan diri tetap melayang dalam kolom air yaitu antara lain:
- Mengubah komposisi cairan-cairan tubuh sehingga densitasnya menjadi lebih kecil dibandingkan densitas air laut. Mekanisme ini biasa dilakukan oleh Noctiluca dengan memasukkan amonium klorida (NH4Cl) kedalam cairan tubuhnya.
- Membentuk pelampung berisi gas, sehingga densitasnya menjadi lebih kecil dari densitas air. Contoh untuk jenis ini adalah ubur ubur
- Menghasilkan cairan yang densitasnya lebih rendah dari air laut. Cairan terse-but biasanya berupa minyak dan lemak. Mekanisme ini banyak dilakukan oleh diatom maupun zoolankton dari jenis copepoda
- Memperbesar hambatan permukaan. Mekanisme ini dilakukan dengan mengu-bah bentuk tubuh atau membentuk semacam tonjolan/duri pada permukaan tubuhnya.
3.3. Distribusi harian dan musiman
Distribusi plankton dari waktu ke waktu lebih banyak ditentukan oleh pengaruh lingkungan. Distribusi temporal banyak dipengaruhi oleh pergerakan matahari atau dengan kata lain cahaya sangat mendominasi pola distribusinya. Distribusi harian plankton, terutama pada daerah tropis, mengikuti perubahan intensitas cahaya sebagai akibat pergerakan semu matahari. Pada pagi hari dimana intensitas cahaya masih rendah dan suhu permukaan air masih relatif dingin plankton berada tidak jauh dengan permukaan. Pada siang hari plankton berada cukup jauh dari pemukaan karena ’menghindari’ cahaya yang terlalu kuat. Pada sore hingga malam hari plankton begerak mendekati bahkan berada pada daerah permukaan (Gross,1988) pada gambar. 2.
Gambar 2. Pola pergerakan harian plankton
Sumber : (Gross,1988)
Seperti dijelaskan tentang migrasi vertikal, setidaknya ada dua teori yang dapat menjelaskan mengapa plankton dapat bergerak secara vertikal. Pertama plankton terangkat oleh mekanisme pergerakan air yang disebabkan oleh perbe-daan densitas. Pada siang hari dimana air pada lapisan yang lebih dalam memiliki suhu yang relatif dingin dibandingkan pada daerah lebih atas. Dalam kondisi demikian maka plankton akan terapung diatas lapisan tersebut. Pada malam hari lapisan bagian atas mulai mendingin sehingga plankton terangkat pada lapisan tersebut karena densitas plankton yang lebih rendah dari densitas air. Alasan kedua adalah karena adanya mekanisme pergerakan yang dilakukan oleh plankton.
Dengan pola migrasi tersebut maka plankton baik fitoplankton maupun zooplankton akan terdistribusi secara tidak merata di perairan. Pola distribusi fitoplankton dan zooplankton baik siang maupun malam di daerah tropis Sa-mudera Pasifik digambarkan oleh Longhurst dan Pauly (1987) pada gambar 3.
Gambar 3. Pola distribusi organisme laut di Samudera Pasifik pada siang dan malam hari
(Longhurst dan Pauly, 1987)
Distribusi secara musiman pada beberapa daerah tropis pada bujur yang berbeda menunjukkan bahwa produksi fitoplankton berlansung periodik dari waktu ke waktu (Gambar 4).
Gambar 4. Produktivitas fitoplankton musiman pada daerah tropis
(Longhurst dan Pauly, 1987)
3.4 Reproduksi dan Siklus Hidup Plankton
Menurut Kennish (1990) dan Nybakken (1988) sebagian besar diatom melakukan reproduksi melalui pembelahan sel vegetatif. Hasil pembelahan sel menjadi dua bagian yaitu bagian atas (epiteka) dan bagian bawah (hipoteka). Selanjutnya masing-masing belahan akan membentuk pasangannya yang baru berupa pasangan penutupnya. Bagian epiteka akan membuat hipoteka dan ba-gian hipoteka akan membuat epiteka. Pembuatan bagian-bagian tersebut dise-kresi atau diperoleh dari sel masing-masing sehingga semakin lama semakin kecil ukuran selnya. Dengan demikian ukuran individu-individu dari spesies yang sama tetapi dari generasi yang berlainan akan berbeda. Reproduksi asek-sual seperti ini menghasilkan sejumlah ukuran yang bervariasi dari suatu po-pulasi diatom pada suatu spesies. Ukuran terkecil dapat mencapai 30 kali lebih kecil dari ukuran terbesarnya (Kennish, 1990). Tetapi proses pengurangan ukuran ini terbatas sampai suatu generasi tert entu. Apabila generasi itu telah tercapai di atom akan meninggalkan kedua katupnya dan terbentuklah apa yang disebut auxospore (Gambar 5)
Gambar 5. Proses pengecilan ukuran diatom dan pembentukan Auxospore
(sumber: Nybakken, 1988)
Proses seperti diatas digambar kan pula oleh Parsons dkk (1984 ) menya-takan bahwa reproduksi seksual dan pembentukan spora mungkin juga terjadi pada diatom(Gambar 6). Dari gambar tersebut terlihat pengurangan ukuran sel selama pembelahan aseksual (1s.d2), reproduksi seksual dengan susunan gamet-gamet berflagel (2s.d.3), pembentukan auxospore (4). Pemben-tukan spora non aktif (resting spore) mungkin juga terjadi (5) secara langsung dari sel vegetatif.
Reproduksi diantara zooplankton crustacea pada umumnya uni sexual melibatkan baik hewan jantan maupun betina, meskipun terjadi partenogenesis diantara Cladocera dan Ostraco da. Menurut Parsons (1984) siklus hidup co-pepoda Calanus dari telur hingga dewasa melewati 6 fase naupli dan 6 fase copepodit (Gambar 7). Perubahan bentuk pada beberapa fase naupli pertama terjadi kira-kira beberapa hari dan mungkin tidak makan. Enam pase kope-podit dapat diselesaikan kurang dari 30 hari (bergantung suplai makan dan temperatur) dan beberapa generasi dari spesies yang sma mungkin terjadi dalam tahun yang sama (yang disebut siklus hidup ephemeral). Laju peng-gandaan sel diatom berlangsung sekitar 0.5 sampai 6 sel/hari.
Gambar 6. Siklus hidup diatom laut, Chaetoceros didymum
Gambar 7. Garis besar siklus hidup copepoda
(Sumber : Nybakken, 1988)
4. Faktor yang mempengaruhi distribusi dan persebaran plankton
a. Suhu
Migrasi vertikal paling umum terlihat di wilayah-wilayah perairan bahari dimana kolom air menunjukkan adanya stratifikasi termal yang jelas sedangkan di perairan bahari dimana kolom air mendekati kondisi isotermal, migrasi vertikal tidak jelas atau bahkan tidak berlangsung soma sekali. Migrasi vertikal juga tidak berlangsung di wilayah–wilayah perairan bahari sepanjang musim dingin. Tujuan migrasi vertikal adalah untuk menhindari pemangsaan oleh para predator yang mendeteksi mangsa secara visual dan untuk mengubah posisi dalam kolom air, serta sebagai mekanisme untuk meningkatkan produksi dan menghemat energi (Nybakken, 1988).
Berdasarkan gradien suhu secara vertikal di dalam kolom perairan, Wyrtki (1961) membagi perairan menjadi 3 (tiga) lapisan, yaitu:
a. lapisan homogen pada permukaan perairan atau disebut juga lapisan permukaan tercampur;
b. lapisan diskontinuitas atau biasa disebut lapisan termoklin;
c. lapisan di bawah termoklin dengan kondisi yang hampir homogen, dimana suhu berkurang secara perlahan-lahan ke arah dasar perairan.
Menurut Lukas and Lindstrom (1991), kedalaman setiap lapisan di dalam kolom perairan dapat diketahui dengan melihat perubahan gradien suhu dari per-mukaan sampai lapisan dalam. Lapisan permukaan tercampur merupakan lapisan dengan gradien suhu tidak lebih dari 0,03 ºC/m (Wyrtki, 1961),
Suhu permukaan laut tergantung pada beberapa faktor, seperti presipitasi, evaporasi, kecepatan angin, intensitas cahaya matahari, dan faktor-faktor fisika yang terjadi di dalam kolom perairan. Presipitasi terjadi di laut melalui curah hujan yang dapat menurunkan suhu permukaan laut, sedangkan evaporasi dapat meningkatkan suhu permukaan akibat adanya aliran bahang dari udara ke lapisan permukaan perairan. Menurut McPhaden and Hayes (1991), evaporasi dapat meningkatkan suhu kira-kira sebesar 0,1ºC pada lapisan permukaan hingga kedalaman 10 m dan hanya kira-kira 0,12ºC pada kedalaman 10 – 75 m.
b. Cahaya
Dewasa ini, disepakati bahwa rangsangan utama yang mengakibatkan dimulainya gerak migrasi vertikal harian adalah cahaya. Cahaya mengakibatkan respons negatif bagi para migran, mereka bergerak menjauhi permukaan laut bila intensitas cahaya di permukaan meningkat, sebaliknya mereka akan bergerak ke permukaan laut apabila intensitas cahaya di permukaan menurun. Pola yang umum tampak adalah bahwa zooplankton terdapat di dekat permukaan laut pada malam hari, sedangkan menjelang dini hari dan datangnya cahaya mereka bergerak lebih ke dalam.
Dengan meningkatnya intensitas cahaya sepanjang pagi hari, zooplankton bergerak lebih ke dalam menjauhi permukaan laut dan biasanya kemudian mempertahankan posisinya pada kedalaman dengan intensitas cahaya tertentu. Di tengah hari atau ketika intensitas cahaya matahari maksimum, zooplankton berada pada kedalaman yang paling jauh, kemudian tatkala intensitas cahaya matahari sepanjang sore hari menurun, zooplankton mulai bergerak ke arah permukaan laut dan sampai di permukaan sesudah matahari terbenam dan masih tinggal di permukaan selama fajar belum tiba.
(http//:www.scribd.com)
c. Nutrien
Nutrien adalah semua unsur dan senjawa yang dibutuhkan oleh tumbuhan-tumbuhan dan berada dalam bentuk material organik (misalnya amonia, nitrat) dan anorganik terlarut (asam amino). Elemen-elemen nutrien utama yang dibutuh-kan dalam jumlah besar adalah karbon, nitrogen, fosfor, oksigen, silikon, magne-sium, potassium, dan kalsium, sedangkan nutrien trace element dibutuhkan dalam konsentrasi sangat kecil, yakni besi, copper, dam vanadium (Levinton, 1982). Menurut Parsons et al. (1984), alga membutuhkan elemen nutrien untuk partum-buhan. Beberapa elemen seperti C, H, O, N, Si, P, Mg, K, dan Ca dibutuhkan dalam jumlah besar dan disebut makronutrien, sedangkan elemen-elemen lain di-butuhkan dalam jumlah sangat sedikit dan biasanya disebut mikronutrien atau trace element.
Sebaran klorofil-a di dalam kolom perairan sangat tergantung pada konsentrasi nutrien. Konsentrasi nutrien di lapisan permukaan sangat sedikit dan akan meningkat pada lapisan termoklin dan lapisan di bawahnya. Hal mana juga dikemukakan oleh Brown et al. (1989), nutrien memiliki konsentrasi rendah dan berubah-ubah pada permukaan laut dan konsentrasinya akan meningkat dengan bertambahnya kedalaman serta akan mencapai konsentrsi maksimum pada kedalaman antara 500–1500 m.
d. Kadar Zat Hara
Distribusi klorofil bervariasi tergantung dari asal pasokan zat hara atau nutrien dan intensitas cahaya matahari. Nutrien dapat dipasok dari air sungai yang masuk ke laut juga bisa karena adanya arus naik (upwelling). Nutrien yang banyak ditemukan di pinggir laut adalah nutrien yang dibawa oleh sungai. Apabila ditemukan di laut yang jauh dari daratan, maka konsentrasi nutrien tersebut akibat dari proses arus naik (http//:www.scribd.com).
e. Arus
Akibat pengaruh gelombang dan gerakan massa air, Fitoplankton terdistribusi baik secara vertikal maupun horisintal. Distribusi secara horisontal lebih banyak dipengaruhi oleh arus permukaan. Arus permukaan adalah gerakan massa air permukaan yang ditimbulkan oleh kekuatan angin yang bertiup melintasi permukaan air. Di laut, air permukaan menjadi panas saat siang hari dan menjadi dingin saat malam hari. Silih bergantinya pemanasan dan pendinginan ini akan mengubah kerapatan air dan mengakibatkan adanya sel-sel konveksi, yaitu satuan-satuan air yang sangat kecil yang akan naik atau turun dalam kolom air sesuai kerapatannya. Gerakan sel-sel konveksi ini sangat lemah dan dapat mengangkut organisme planktonik (Rohmimohtarto dan Juwana, 2003).
5. Kesimpulan
Plankton dapat didefinisikan sebagai suatu komunitas timbuhan dan hewan yang kekuatan geraknya tidak mencukupi untuk mencegah mereka ditransporta-sikan secara pasif oleh arus laut (Ornori dan Ikeda, 1984). Plankton terdiri dari organisrne-oraganisrne yang berukuran kecil (mikroskopik) yang jumlahnya sangat banyak dan mereka ini tidak cukup kuat untuk menahan gerakan air yang begitu besar. Banyak di antara kelompok hewan ini yang merupakan golongan perenang aktif walaupun demikian mereka tetap terombang-ambing oleh arus lautan. Kelompok ini terdiri dari golongan binatang (zooplankton) dan golongan tumbuh-tumbuhan (fitoplankton) (Hutabarat, 1985).
Plankton dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis, ukuran dan daur hidup-nya. Berdasarkan jenisnya, plankton dapat dibagi dua, yaitu :Zooplankton dan Phytoplankton. Berdasarkan ukurannya, plankton dapat dibagi menjadi: Mega-plankton (>20cm), Macroplankton (2-20cm), Mesoplankton (0,2-20mm), Micro-plankton (20-200pm), Nanoplankton (2-20pm), Picoplankton (0,2-2pm). Sedang-kan berdasarkan daur hidupnya, plankton dibagi menjadi 2 yaitu : Holoplankton, Meroplankton. Distribusinya dibagi menjadi 3, yaitu : vertical, horizontal dan mu-siman. Faktor yang mempengaruhi distribusinya adalah Arus, Kadar zat hara, Nutrient, Cahaya, dan Suhu. Kelima faktor tersebut sangat mempengaruhi kehi-dupan plankton.